Selasa, 26 Oktober 2010

Elaine's Diary


Inilah jalan takdir yang harus aku hadapi. Kekasih yang sangat aku sayang berkhianat. Meskipun q juga masih sayang, tapi apa yang dilakukannya sudah keterlaluan. Enam bulan aku berusaha setia padanya tapi akhirnya? Dia berkhianat, sama sekali tidak menghubungi aku ketika dia pulang. Dia selalu bilang sayang padaku dan tidak pernah ada niat buat nyakitin aku, tapi sikapnya yang tidak perhatian, sama sekali tidak menganggapku sebagai kekasihnya, benar-benar membuatku sakit hati. Apa pantas laki-laki seperti itu aku cintai?Sudah lama sebenarnya hubunganku diambang berakhir. Tapi aku selalu berusaha menjaganya. Karena aku begitu mencintainya dan takut kehilangan dia. Aku genggam dia erat-erat di tanganku, supaya dia tidak pergi dan aku tidak menyesal ketika kau kehilangan dia karena ku sudah semaksimal mungkin menjaganya. Tapi dia sendiri yang menusuk-nusuk tanganku dengan pisau. Berdarah tanganku dibuatnya sampai akhirnya aku tidak lagi kuat menahan sakit ini. Dia lepas dari genggamanku. Dia pergi dengan tanpa belas kasihan. Dia kejam menyiakan-nyiakan aku. Luka disini, di hati ini sampai kapan akan tetap ada, aku tak tahu.
Yang perlu aku lakukan sekarang adalah perfi. Pergi sejauuh-jauhnya dari dia dan segala hal tentang dia, dan jangan lagi kembali ke masa lalu untuk mengenangnya. Penghianat seperti dia tidak pantas untuk aku ingat.

Aku yakin apa yang aku putuskan benar, sehingga aku tidak perlu menyesal telah memutuskan hubungan ini. Lagian hubunganku dengan dia juga tidak direstui oleh kedua orang tuaku. Bapak ibuku melarang karena dia bukan laki-laki yang baik. Percuma aku pertahankan hubungan ini sampai kapanpun. Karena hubunganku tetap harus berakhir dan saat inilah waktunya.

Cinta membuat seseorang mengerti siapa dirinya dan Tuhannya. Benar memang. Aku yang selama ini selingkuh, kini kembali lagi pada-Nya, Tuhan yang amat sangat menyayangiku, yang nantinya juga akan memberikan padaku ganti laki-laki yang lebih baik dari dia. Aaamiinn.....

Ya Allah, yakinkan padaku apa yang aku lakukan ini benar dan tidak pentas buatku untuk menyesalinya.

Ya Allah, bantulah aku menstabilkan hati ini. Supaya aku tidak lagi mengingatnya. Aku bosan Ya Allah mengingatnya.

Bantulah aku bangkit....

Jadikanlah aku pribadi yang tegar, yang qonaah dan yang selalu bisa merasakan cinta dan sayang dari-Mu.

Jangan jadikan aku hamba-Mu yang lemah, yang bisanya cuma nangis dan menyesali apa yang terjadi.

Kepada malaikat, aku curahkan doaku ini untuk Tuhanku yang sangat menyayangiku. Aku minta ampunan karena aku melupakan-Nya.

Ya Rosulullah, kekasih Allah... Aku telah menduakan Allah... Aku menyayangi kekasihku lebih dari aku mencintai-Nya.

Semoga Sholawat serta salam tetap tercurahkan pada Engkau, Keluarga-Mu dan para pengikut-Mu.
Aaaiinn...

AKU YAKIN, TUHANKU MENDENGARKU..
DIA SANGAT MENCINTAIKU
DAN AKAN SELALU MEMBERIKAN YANG TERBAIK BUATKU


Malam Senin, tanggal 24 Oktober 2010
Ketika hubunganku berakhir......

ELAINE ROCHMATIN-Elaine Imeni Lenina

cinta?



“Aku tidak tahu kenapa dia berubah. Aku juga bingung pada diriku sendiri, kok bisa aku terus memikirkan dia. Biasanya kalau aku dicuekin, aku juga akan cuek sama orang. Tapi sama dia kok tidak? Gimana ini Fy?”, tanyaku dengan penuh kebingungan.
”Itu artinya kamu suka sama dia. Maka dari itu kamu bingung kenapa dia berubah. Kamu sudah coba tanyakan ke dia masalah ini??”, jawab Fify.
”Aku suka sama dia? Nggak mungkin itu terjadi. Aku akan suka sama orang yang juga suka sama aku. Wong dia dingin banget sikapnya ke aku, ketemu, menyapa atau senyum, sama sekali tidak. Seperti orang asing”.
”Yah.. itu sih terserah kamu. Percaya atau tidak, kamu mau mengakui atau tidak, yang jelas kamu peduli sama dia meskipun dia tidak peduli sama kamu, iya kan? Sudah pernah coba kamu tanya sama dia, Fa?”, tanya Fify lagi.
”Sudah. Tapi Cuma via SMS saja”
“Dia reply SMS kamu?”
“Balas sih, tapi dia bilang tidak ada apa-apa”.
” Pernah kamu coba bicara langsung sama dia?”
”Apa? Bicara langsung? Ketemu lihat saja tidak, apa lagi mau aku ajak bicara, terus dia mendengarkan apa yang aku ceritakan. Tidak mungkin sepertinya. Dia seolah-olah muak sama aku. Tapi, aku tidak tahu kenapa? Pusing aku...
”Mengeluh saja kau ini. Tegar dong tegar. Cewek itu harus tegar. Kalau dia muak sama kamu, buat dia suka sama kamu. Selesai kan? Dia cuek sama kamu, kamu abaikan dia, dua pihak yang sama-sama bertolak belakang. Bagaimana mungkin bisa ketemu? Harus ada yang mengalah. Jangan sama-sama egois. Tali silaturrahmi kamu sama dia, bisa benar-benar putus nantinya, iya kan? Kamu mau seperti itu akhirnya?”, tegas Fifi padaku yang sedang bengong tidak jelas.
”Pastinya ya aku tidak mau, Fy”, jawabku.
”Makanya buat dia tidak benci lagi sama kamu atau kamu buat dia suka sama kamu”.
Sejenak aku berfikir....
”Buat dia suka sama aku? Bagaimana mungkin?”, tanyaku lagi.
”Heh.. Fa.. Kamu ini bagaimana sih? Menjauhi dia gak bisa, aku suruh kamu mendekati dia, tidak bisa. Mau kamu aku memberi saran apa? Fa, anggap saja ini sebagai kesempatan untuk menguji ketegaran kamu sebagai seorang cewek. Biasanya kamu kalau dicuekin, kamu juga akan cuek sama orang. Lha kali ini beda, dia cuek sama kamu, dekati dia sampai dia peduli sama kamu. Oke? Setidaknya buat dia tersenyum ketika bertemu atau berpapasan sama kamu” , jelas Fify panjang lebar padaku. Aku hanya diam mendengarkan sahabatku itu.

♥♥♥

Pagi, mentari tersenyum agak tersipu malu di ufuk timur sana. Menemani kesibukanku di rumah sebelum berangkat ke sekolah, menyapu. Ku tatap sang surya. Dia sedang jatuh cinta sepertinya. Coba ku tebak siapa yang membuatnya kasmaran pagi ini. Angin, yang pada musim kemarau ini selalu menemaninya. Atau mungkin dia jatuh cinta pada awan yang memang akhir-akhir ini jarang sekali menutupi sinarnya. Atau pada.......
Tiba-tiba suara Ibu teriak keras dari dapur memecah lamunanku, ”Fa, cepetan nyapunya! Mikirin apa sih dari tadi belum selesei juga? Gak sekolah apa?”
”Iya, Bu. Bentar lagi juga selesai”, jawabku.
Selesai menyapu, kuambil handuk dan bergegas ke kamar mandi yang letaknya di pojok timur dapur. Tapi di sana sudah ada Rafi, adikku yang juga mau mandi.
“Eh...Ehh... Kakak dulu ya maniss...”, rayuku sambil menarik tangannya Rafi yang hampir menutup pintu kamar mandi.
”Enggak.! enak saja. Salah siapa tadi kakak nglamun terus. Enak aja main srobot. Kakak nggak tahu budaya antri ya? Sudah SMA nggak tahu budaya antri”, olok Rafi padaku.
Aku tidak terima dibilang nggak tahu budaya antri sama anak kecil yang baru kelas 4 SD. Meskipun aku ini sudah SMA aku tidak pernah punya jiwa mengalah sama adikku yang super bawel ini.
”Enak aja kakak dibilang nggak tahu budaya antri. Biasanya juga kakak dulu kan yang mandi”, bantahku.
Braakkk....
Rafi menutup pintu kamar mandi keras-keras.
”Heh, Fi... Bukain pintunya.! Ini lo masih jam 6, biasanya kamu mandi juga jam setengah 7 kan?”
”Nggak. Rafi nggak akan bukain pintu”.
Byurr.. Byurrr...
Dengan sangat terpaksa aku harus nunggu Rafi sampai mandinya selesai.
”Cepetan Fi kamu kalau mandi ! Cowok lama sekali sih mandinya... Dah 20 menit ni kakak nunggu kamu”
”Ni anak, mandi apa nyelem sih? Lama sekali”, gerutuku.
Pintu kamar mandi terbuka, musuh bebuyutanku keluar sambil mengusap- usap wajahnya.
”Silahkan mandi kakakku sayang, hehe”, ucap Rafi sambul senyum-senyum cengingisan padaku.
”Dasar... ”, umpatku sambil masuk ke kamar mandi.

♥♥♥

Jam tanganku menunjukkan pukul 06.48 WIB, secara logis aku telat karena pelajaran dimulai tiga menit yang lalu. Aku berlari dari parkiran sepeda motor menuju kelas. Sambil tengok ke kanan dan ke kiri, jaga-jaga jangan sampai ketahuan Guru piket.
Sebentar lagi sampai kelas, selamat. Tapi, tiba-tiba secara tak sengaja aku menabrak Fais, teman satu kelasku dulu.
Prakkk...
Buku Fais berjatuhan plus hand phone-nya. Aku yang kaget langsung menatap Fais, Faispun begitu. Lima detik kami saling memandang tanpa makna. Kosong. Tiba-tiba Fais tersadar dan langsung memberesi bukunya. Aku yang melihat mata Fais tak lagi memandangku juga langsung tersadar.
”Is, sorry ? Nggak sengaja”, ucapku dengan penuh perasaan bersalah.
”Iya, nggak apa-apa, Fa”, jawabnya dengan tanpa sedikitpun memandangku.
Bukunya langsung ia beresi dan pergi, masih sama sekali tak memandangku. Aku yang masih agak bengong dengan posisi jongkok bergumam, ”Dingin sekali sikapnya...”
Fais dulu teman sekelasku selama dua tahun. Kelas tiga kita tidak lagi satu kelas, aku di kelas Biologi 2, dia di kelas Kimia 1. Kelas kami dipisahkan oleh ruang Laboratorium. Semenjak kelas dua semester dua, sikapnya berubah. Tidak lagi care padaku, tidak lagi panggil namaku saat ia perlu bantuanku, tidak lagi senyum padaku saat bertemu. Dengan tanpa alasan. Bingung aku karena sikapnya.
Awalnya aku hanya membiarkannya karena aku pikir mungkin dia lagi bad mood. Tapi, hari-hari berikutnya Redaktur Pelaksana majalah sekolah ini makin menjauhiku. Sampai sekarang kelas tiga semester dua, tetap dingin, masih sama seperti dulu. Ada apa sebenarnya? Itu yang sedang aku selidiki saat ini..
♥♥♥
Sampai di kelas, langsung disambut tawa teman-temanku dan luapan emosi dari Guru Taksonomi (Cabang ilmu Biologi yang mempelajari klasifikasi makhluk hidup), Pak Samsul namanya.
”Baru berangkat, Fa? SMA mana kalau boleh tahu?”, kata Arif sambil tertawa melihatku.
Aku tak menghiraukannya.
”Sifa... Lidya... Rahma...nomer... absen... 11, sudah... 2 kali.... telat... saat pelajaran saya”, kata Pak Samsul pelan mengawali kemarahannya.
”Rebutan kamar mandi dulu Pak tadi pagi itu sama adeknya.. Ha.ha.....”, tambah Adit yang juga tetanggaku.
Dasar Adit, main buka kartu orang saja. Mau ditaruh mana mukaku ini?
”Haha... Besok mandi di kamar mandiku saja, Fa. Sekalian aku mandikan.. Haha”, ujar Arial.
Kurang ajarSi Arial...
”Maaf Pakk...”, ucapku pada Pak Samsul.
”Keluarrrr! Uhukk.. Uhukk..”, bentak Pak Samsul sambil menahan sakit batuknya.
”Iya Pak. Sekali lagi saya mohon maaf...”, aku mengulangi lagi permintaan maafku.
Akupun keluar kelas dengam penuh kekecewaan. Dalam pikiranku, terbayang Rafi menari-nari di depanku sambil berkata, ”Kasihan deh Kakak, dikeluarin dari kelas.. Haha... Emang enak..”
Dari kejauhan tampak Fais berjalan menuju kelasnya yang melewati kelasku. Termasuk melewatiku yang sedang nggak jelas ngapain di luar kelas. Fais sepertinya dari Laboratorium Kimia. Meskipun sebenarnya aku juga muak sama Fais (gara-gara sikapnya sok nggak nganggep gitu) aku tetep berusaha nyapa atau bisa dibilang sok manis sama dia. Aku yakin dia akan menjawab ” Tidak apa-apa, Fa” sambil berlaludariku. Tanpa melihatku.
”Is.. Sekali lagi maaf ya? Hand phone kamu tidak apa-apa?”, tanyaku.
”Nggak papa Fa”, jawabnya dengan tanpa melihatku. Sediktpun.
Benar kan yang aku katakan tadi?
”Ni anak kenapa sih, nggak ada manis - manisnya sama teman, toh dulu juga pernah 2 tahun bareng, sama sekali nggak ramah. Nggak bersahabat. Ada apa sih sebenarnya?”, gemingku.

♥♥♥
Bel istirahat berbunyi, secara tidak langsung mengusir Bu Hanik yang sedang mengajar Bakteriologi (Cabang Ilmu Biologi yang mengusap tuntas masalah bakteri) di kelas. Beliaupun langsung keluar. Disusul aku dan Fifi di belakangnya, kami duduk di depan kelas ditemani bunga Desember yang sedang merekah, rumput-rumput hijau dan kupu-kupu yang sedang menghisap nektar di bunga Desember.
Sengaja kami tidak ke kantin, tidak betah. Istirahat pertama begini kantin ramai sekali. Seperti antrean pembagian zakat fitrah.
”Kenapa kamu tadi telat? Cari mati ya kamu?”, kata Fifi membuka obrolan kami.
”Gara-gara adikku tuh, cowok mandinya lama sekali”, jawabku
”Adik kamu? Si Rafi to? Hahaha.. Malu-maluin deh kalah sama anak kecil”, ejek Fify.
”Kalah? Nggak ya.. Aku tu ngalah sama dia. Yang ada kalau aku nggak ngalah, dianya yang nangis. Siapa yang disalahin? Aku pastinya. Beban berat sebagai seorang kakak”, jelasku.
”Hahaha.. ”
”Oh ya, gimana Fais? Dah coba kamu dekati, Fa?”
”Sudah”.
”Gimana?”
”Dingin sekali”.
”Terus kamu nyerah?”
”Nggak. Sifa Lidya Rahma nggak kenal yang namanya nyerah. Tekadku sudah bulat ingin membuat Fais tidak lagi muak padaku. Apapun respon darinya. Cuek, nggak peduli, illfeel, terserah dia. Aku tidak peduli. Aku akan meluluhkan sikapnya,” jawabku dengan penuh keyakinan.
”Hatinya?”
”Maksud kamu buat dia suka sama aku gitu?”
”Ya begitulah....”, jawab Fify datar.
”Aku tidak mau terlalu mengharapkan dia bakalan suka sama aku, Fy. Terlalu berlebihan. Dia ketemu mau nyapa aku itu sudah lebih dari cukup”.
”Ya, sudah terserah kamu lah. Aku ngikut aja. Yang terpenting aku akan selalu dukung kamu. Oke???
”Siip”.
Semenjak kelas Satu aku sudah bersahabat dengan Fify sampai sekarang. Tiap kali aku nangis, Fify yang ada di sampingku, begitupun juga Fify. Tapi bedanya, Fify jarang sekali nangis, aku yang sering nangis di hadapannya. Yang paling tidak aku lupain dari Fify adalah ketika Fify menonjok muka Andra, mantanku di depan selingkuhannya sambil berkata,
”Kurang ajar.. Lo sakitin lagi sahabat gue, rasakan akibatnya. Camkan baik-baik. Bukan hanya tangan gue yang datengin muka lo, kaki gue juga bakalan gue lemparin ke muka lo”.
Tangan Fify yang memang tangan cewek murid karate, langsung membuat bibir Andra keluar bercak darah. Nggak tega sebenarnya aku melihatnya. Meskipun Andra menghianati aku, dia juga pernah sayang sama aku dan membuat hidupku berarti. ( Beginilah wanita kebanyakan berpikir dengan perasaan, jarang pakai logika. Akhirnya, meskipun disakitin tetep aja sayang, tetep aja kasihan).
Fify berjalan ke arahku sambil berkata padaku dengan setengah bentak tapi nggak bentak (bingung aku namanya apa),
”Buat apa kamu nangis? He... Buat apa? Cowok berengsek seperti dia nggak ada pantes-pantesnya buat lo. Terlalu berharga air mata lo buat nangisin dia. Lo gadis baik-baik, Fa. Gadis baik hanya untuk laki-laki yang baik juga, nggak pantes buat pecundang seperti dia”.
Fify memang wonder woman-ku.

♥♥♥

Masih dalam target melunakkan hatinya Fais, aku terus mencoba mendekatinya. Ketika dia lewat depan kelasku aku lihat dia, dan aku tersenyum padanya. Dia cuek. Nggak bales senyumanku. Aku tidak perduli.
Selain secara langsung, aku juga mendekatinya secara tidak langsung, via sms dan facebook. Kadang aku memberikan comment di statusnya. Atau kalau tidak begitu ya kirim sms ke dia, berlagak tanya – tanya apa begitu ke dia. Walau nggak penting. Dia akan merasa illfeel?? Terserah dia. Aku tidak perduli. Dia makin menjauhiku? Terserah dia juga.
Selama dua minggu itu yang aku lakukan ke dia, hasilnya nihil. Dia sama sekali tidak perduli padaku. Sikapnya masih sedingin malam. Menyerah? Tidak. Malah aku semakin berambisi untuk mendekatinya. Sebenarnya apa yang ada di benaknya, sampai segitunya padaku.
”Is....”, sapaku waktu dia mau sedang berjalan menuju parkiran.
”Ya...”, jawab Fais tanpa melihat ke arahku.
Perlahan tapi pasti, tiba-tiba perasaan sayang di hatiku tumbuh untuknya. Tak kutahu darimana dan bagaimana bisa. Semakin dia menjauhi aku, aku semakin sayang padanya. Mataku tidak bisa berbohong bahwa aku menyayanginya. Karena itu, ketika aku tersenyum padanya, cinta terpancar di mataku.
Siapapun orang, secuek apapun dia, ketika cinta telah berbicara tidak ada lagi yang bisa mencegahnya. Benar apa yang dikatakan pepatah, bahwa cinta mengubah segalanya. Benar juga yang dikatakan bahwa jika ingin menyentuh hati seseorang, maka sentuhlah ia dengan hati. Dengan ketulusan dan keikhlasan. Dua minggu setelah aku sadar bahwa aku sayang padanya, Fais sedikit mulai berubah. Mulai bisa tersenyum padaku. Mulai tidak enggan lagi melihatku.
Ketika lewat disampingnya, aku sapa dia. Fais yang dulu menjawab sapaanku ini dengan tanpa memandangku, kali ini berbeda. Dia tidak menjawab sapaanku namun tersenyum sambil menatapku.. Sewaktu pulang sekolah, aku dan Fify tidak langsung pulang ke rumah. Kami berdua pergi ke pameran buku. Maklum kami berdua sangat hobi membaca. Apalagi membaca novelnya Habiburrahman, tidak ada bosen-bosennya. Penuh kejutan dan luar biasa. Apalagi dalam novelnya yang Bumi Cinta. Gila, keren banget. Mana settingnya di Rusia lagi. Rezim Lenin dan Stalin dijelasakan sejelas-jelasnya. Taktik agen Mosad (Israel) menciptakan image buruk tentang Islam dikupas tuntas. Pokonya siip. Dua jempol untuk Kang Abik. Keindahan kota Rusia yang sangat eksotik dan bagaimana mereka benar-benar menghargai jasa pahlawan, menyindirku sebagai generasi bangsa yang tak tahu diri, tak tahu bagaimana menghargai jasa pahlawan. Upacara hari senin saja aku sering tidak ikut. Aku, Fify, dan Farah sering sembunyi di kamar mandi waktu upacara. Dengan alasan capek berdiri dan kepanasan. Betapa sombongnya kami. Bukankah seharusnya kami tidak pantas melakukan itu? Tindakan bodoh dan memalukan.

♥♥♥

Kembali lagi ke acara pameran buku, ketika aku dan Fify sedang memilih buku tanpa sengaja aku menjatuhkan buku ” Dari Pojok Sejarah” Karya Emha Ainun Najib. Buku itu langsung menjatuhi kaki seseorang yang ada di sampingku. Sontak aku kaget dan segera minta maaf.
”Astaghfirullahhaladhiim...”
”Maaf Mbak.. Gag sengaja aku. Kaki Mbak tidak apa-apa?”.
Sifa.. Sifa.. bodoh sekali sih kamu.
”Nggak apa-apa Mbak. Biasa saja. Kaki saya nggak apa-apa. Cuma tadi sempat kaget saja kok”, jawab si Mbak dengan senyumnya yang manis padaku.
”Beneran Mbak nggak pa-pa? Aku nggak enak ni Mbak”, tambahku.
”Iya Mbak saya nggak apa-apa. Jangan terlalu diambil pusing”.
Alhamdulillah, lega hatiku rasanya.
”Mbak lagi jatuh cinta kan? Kelihatan kok di mata Mbak”, tambahnya yang sesaat membuat aku dan Fify ternganga, ”kok tahu?”
”Jatuh cinta? Mbak bisa saja. Hehe..”.
”Beneran Mbak, kelihatan kok di mata Mbak”.
Kelihatan? Apanya yang kelihatan?
”Mbak, aku cuma mau memberitahu. Orang yang Mbak sayang, juga sayang sama Mbak. Tapi, dia dan Mbak sulit sekali jadian. Tidak tahu kenapa. Padahal dia tahu kalau Mbak sayang sama dia, dan Mbak juga tahu kalau dia sayang sama Mbak. Tapi sulit Mbak jadiannya”.
”Apa?”, ucapku dan Fify hampir bersamaan. Kami berdua saling berpandangan, kaget dan tidak menyangka.
Apa sih maksudnya? Sok tahu banget...
”Hehe.. Makasih Mbak ya ramalannya. Tapi saya nggak begitu percaya”.
“Ya sudah. Itu hak mbak percaya atau tidak. Saya pergi dulu Mbak ya?”
”Iya, Mbak. Hati-hati ya?”
”Kamu percaya Fa?”, tanya Fify padaku.
“Nggak”.
”Tapi Mbak yang tadi keren lo Fa, baru ketemu kamu sekali langsung tahu kalau kamu lagi jatuh cinta. Jarang lo ada yang bisa begitu”.
”Iya sih.... Nggak tahu ah...”
♥♥♥

Hari-hari terus berlalu, rasa sayangku pada Fais makin membuncah. Jadi salah tingkah aku bertemu dengan dia. Bingung menyapa atau tidak. Kalau menyapa harus menyapa bagaimana. Kalau nggak menyapa rasanya kok seperti orang yang tidak pernah kenal. Akhirnya ketika kita berdua bertemu, kita hanya bertatapan mata sambil tersenyum. Berulang kali seperti itu. Oh.. Cinta.. Satu lagi, tatapan mata dengan cinta berbeda dengan tatapan mata yang biasanya, lebih bermakna, lebih menukik ke hati.
Aku, gadis yang sangat peka terhadap pandangan. Aku tahu siapa-siapa yang membenciku lewat matanya, aku mengerti siapa-siapa yang tulus menyayangiku lewat bagaimana dia melihatku. Aku tahu siapa yang merendahkan aku, melalui matanya. Bagiku, mata adalah refleksi hati seseorang. Sedih, gelisah, berbohong semua terlihat jelas di mata. Termasuk cinta, tergambar jelas di mata.
Pendekatan antara aku dan Fais sayangnya hanya cukup sampai di mata. Fais tak kunjung mendekatiku lewat sikap atau perhatian. Aku hanya melihat cinta di matanya. Tidak di perilakunya. Contohnya, kita berdua sama-sama anggota redaksi sekolah, sering kumpul bareng. Fais tidak pernah mengajakku berbicara. Dia hanya curi-curi pandang melihatku ketika aku tidak melihatnya. Kok tahu? Karena aku juga melihatnya ketika dia melihatku, secara langsung dia memalingkan wajahnya. Itulah yang ia lakukan ketika aku di dekatnya. Cinta apa ini? Kenapa dia tidak berani mendekatiku?
Ada lagi kejadian, yang satu ini membuatku yakin kalau Fais juga sayang padaku. Sewaktu pelajaran olahraga di lapangan samping kiri kelasku, ketika itu juga aku jam kosong karena Pak Samsul absen mengajar, Fais lewat samping kelasku sambil melihatku yanga da di depan kelas sedang mengumumkan tugas Pak Samsul. Dia tersenyum melihatku. Aku juga tersenyum padanya. Kami berdua saling memadang dengan artian yang hati kami saja yang dapat mengerti apa ini. Kalau dia tidak sayang padaku, untuk apa melakukan itu? Untuk apa melihatku kalau dia muak? Bukankah seharusnya dia menjauh saja? Sejauh-jauhnya pergi dariku?
Segera teringat aku ramalan oleh Mbak yang ku anggap sok tahu sewaktu di pemeran buku. Aku menggaris bawahi kata ”Dia juga sayang sama Mbak. Tapi Mbak dan dia sulit sekali jadian. Gag dadi-dadi ngunu lo Mbak. Mboh enek opo”. Ternyata benar.
Cinta butuh perjuangan agar kita dapat meraih cinta itu. Tanpa perjuangan, apa artinya mencintai? Untuk apa mencintai kalau bukan untuk memberikan cinta pada orang yang kita cintai? Untuk apa mencintai kalau tidak untuk ditunjukkan pada dia, orang yang kita cintai agar mengerti bahwa kita menyayanginya? Tanpa ditunjukkan cinta tidak berarti apa-apa. Cinta ada untuk dicintai dan diungkapkan, karena tidak pernah ada cinta yang disembunyikan. Kecuali oleh seseorang yang terlalu mencintai dirinya-sendiri (kukutip dari 5 cm). Itulah Fais.
Kulihat facebooknya,
Fais Okta Ramadhan in relationship with Arfil Cayank Fais

Lagu “Sadarilah” by Filosofi Band memenuhi otakku,

Andai ku bisa memilih
Kupilih dirimu tuk jadi pendampingku
Andai kau bisa mengerti setiap mimipiku atas dirimu
Tapi kau tak mampu pahami
Kau diam atas semua cintaku
Ternyata kau memuja hati yang lain
Dan tinggalkanku dalam tangisku

Sadarilah atas semua sikapmu
Menangislah atas cinta kita bersama
Namun bila kau tak bisa tinggalkan dirinya
Aku mencoba merelakanmu
Oleh: Elaine Rochmatin (zz)

;;